Sepulangku dari tempat kerja, saat matahari meredupkan sinarnya dan mengucap selamat datang senja, kudapati pintu rumahku tertutup rapat begitu pula dengan tirai-tirainya.
“Ya, sedang main kali”jawabku sendiri sambil terus mencari kunci rumah dalam tasku. Tapi, anehnya saat anak kunci itu kumasukkan ke
Aku menghampiri tempat tidurnya dan berlutut sambil perlahan mencoba mengintip wajahnya dari balik selimut.
Panas! Saat kusentuh tangannya. “Budi, kamu sakit ya?”Sebuah pertanyaan bodoh meluncur begitu saja dari mulutku. “Sudah minum obat belum?Sudah makan belum?Budi mau makan apa sayang?” Cerewetku mulai kambuh, aku menghujaninya dengan pertanyaan-pertanyaan yang dijawab hanya dengan tatapan sepasang mata cekung dan rintihan sesekali.
Tak lama aku dan adik perempuanku mulai sibuk mengurusi adik tersayang ini. Menyuapinya, mengompres, memberinya obat penurun panas. Kami hanya berharap, semoga esok demamnya segera sembuh.
Tapi, baru saja aku akan memejamkan mata, kudengar adikku berteriak, “Mami…mami!” Saat kuhampiri dia, matanya masih saja terpejam. “Ah, cuma mengigau!” sambil kurapikan kembali selimutnya.
Tapi teriakan itu tidak kudengar sekali saja, ia mengigau berulang-ulang. Tiba-tiba saja aku merasa betapa seorang ibu sangat berarti untuk anak-anaknya. Saat itu juga kulangsung menekan sebuah nama di dalam ponselku dan kudengar suara mami di kampung
“Ya, mami besok ke
Esoknya mami datang seperti janjinya. Lega. Rasa khawatir dan bingungku berubah menjadi damai. Entahlah, mungkin merasa bebas dari tanggungjawab karena sudah ada Mami yang akan mengurus semuanya. Budi akan baik-baik saja di tangan Mami.
Malam ini tidak hujan, tetapi dingin sekali, masih sama seperti malam kemarin. Aku pandangi tubuh mungil adik kecilku ini. Ia masih mengigau dan menjerit-jerit. Hanya pelukan cinta Mami yang akan menenangkan adikku.
Sederet kata-kata menyeruak dari kalbuku seiring desiran darah yang mengalir ke atas dan memompa jantungku. “Aku sayang mommie, sayang mommie……!”
Tiba-tiba saja sebuah perasaan hangat menyembul tanpa permisi di hatiku. Teringat betapa mami begitu setia menemaniku saat setiap kali aku harus di opname di sumah sakit, meregang nyawa antara hidup dan mati.
Teringat seluruh masa-masa kecilku di kedua tangan yang sudah tidak muda lagi itu. Entah berapa banyak pelukan yang selalu mendamaikanku. Tangan-tangan ajaib! Lewat tangannya aku dan kedua adikku tak pernah terluput. Tangan-tangan yang selalu mengalirkan cinta. Cinta yang tak pernah habis. Cinta yang sederhana tapi bernyawa. Tangan yang tak pernah letih selalu menggendongku saat bayi, membelai dan memelukku. Menyuapi, menggandeng tangan, mengajariku berjalan, mengajariku cara makan, mengajariku membaca, menulis. Mencuci pakaianku, menyetrika, memasak. Menjahit dan berjualan masih sempat mami lakukan untuk menambah uang jajanku.
Semuanya………….Hanya seorang mami yang luar biasa. Aku bangga memilikinya. Mamiku seorang super mom! Tak pernah lelah. Selalu saja sabar, meski anak-anaknya kadang tak tahu diri dan seenaknya berteriak kepadanya. Mami, aku akan selalu sayang…………Seumur hidupku aku tak akan sanggup hidup tanpamu disisiku. Walau terkadang kita sering berbeda pikir.
Tiga hari lamanya Mami tinggal merawat Budi sampai segar kembali dan hari ini kudapati rumahku sepi lagi. Mami pulang dengan Budi. Papi tersayang sudah rindu ditinggal sendiri di sana he..he..
Sepi kembali, merasa sendiri. Selalu ada yang hilang saat
(Bekasi, 10 Maret 2008)
No comments:
Post a Comment